BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Sabtu, 21 Mei 2011

Dismenore nyeri pada saat menstruasi


Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan terjadi selama menstruasi.
Disebut dismenore primer jika tidak ditemukan penyebab yang mendasarinya dan dismenore sekunder jika penyebabnya adalah kelainan kandungan.
Dismenore primer sering terjadi, kemungkinan lebih dari 50% wanita mengalaminya dan 15% diantaranya mengalami nyeri pada saat menstruasi yang hebat.
Biasanya dismenore primer timbul pada masa remaja, yaitu sekitar 2-3 tahun setelah menstruasi pertama.

Nyeri pada dismenore primer diduga berasal dari kontraksi rahim yang dirangsang oleh prostaglandin.
Nyeri dirasakan semakin hebat ketika bekuan atau potongan jaringan dari lapisan rahim melewati serviks (leher rahim), terutama jika saluran serviksnya sempit.  Faktor lainnya yang bisa memperburuk dismenore adalah:
  • rahim yang menghadap ke belakang (retroversi)
  • kurang berolah raga
  • stres psikis atau stres sosial.

Pertambahan umur dan kehamilan akan menyebabkan menghilangnya dismenore primer. Hal ini diduga terjadi karena adanya kemunduran saraf rahim akibat penuaan dan hilangnya sebagian saraf pada akhir kehamilan
Perbedaan beratnya nyeri saat menstruasi tergantung kepada kadar prostaglandin. Wanita yang mengalami dismenore/nyeri menstruasi memiliki kadar prostaglandin yang 5-13 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami dismenore. Dismenore sangat mirip dengan nyeri yang dirasakan oleh wanita hamil yang mendapatkan suntikan prostaglandin untuk merangsang persalinan.
Dismenore sekunder lebih jarang ditemukan dan terjadi pada 25% wanita yang mengalami dismenore.  Dismenore sekunder seringkali mulai timbul pada usia 20 tahun.
Penyebab dari dismenore sekunder adalah:
Endometriosis
• Fibroid
• Adenomiosis
• Peradangan tuba falopii
• Perlengketan abnormal antara organ di dalam perut.
• Pemakaian IUD.

Gejala Dismenore (nyeri menstruasi)
Dismenore menyebabkan nyeri pada perut bagian bawah, yang bisa menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang-timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus ada.
Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan menghilang.
Dismenore juga sering disertai oleh sakit kepala, mual, sembelit atau diare dan sering berkemih. Kadang sampai terjadi muntah.

Pengobatan Dismenore (nyeri menstruasi)
Untuk mengurangi rasa nyeri saat menstruasi bisa diberikan obat anti peradangan non-steroid (misalnya ibuprofen, naproxen dan asam mefenamat). Obat ini akan sangat efektif jika mulai diminum 2 hari sebelum menstruasi dan dilanjutkan sampai hari 1-2 menstruasi.
Selain dengan obat-obatan, rasa nyeri juga bisa dikurangi dengan:
  • istirahat yang cukup
  • olah raga yang teratur
  • pemijatan
  • kompres hangat di daerah perut
Untuk mengatasi mual dan muntah bisa diberikan obat anti mual, tetapi mual dan muntah biasanya menghilang jika kramnya telah teratasi. Gejala juga bisa dikurangi dengan istirahat yang cukup serta olah raga secara teratur Jika nyeri terus dirasakan dan mengganggu kegiatan sehari-hari, maka diberikan pil KB dosis rendah yang mengandung estrogen dan progesteron atau diberikan medroxiprogesteron.  Pemberian kedua obat tersebut dimaksudkan untuk mencegah ovulasi (pelepasan sel telur) dan mengurangi pembentukan prostaglandin, yang selanjutnya akan mengurangi beratnya dismenore/nyeri pada saat menstruasi. Jika obat ini juga tidak efektif, maka dilakukan pemeriksaan tambahan (misalnya laparoskopi). Jika dismenore sangat berat bisa dilakukan ablasio endometrium, yaitu suatu prosedur dimana lapisan rahim dibakar atau diuapkan dengan alat pemanas.
Pengobatan untuk dismenore/nyeri pada saat menstruasi sekunder tergantung kepada penyebabnya

RESUSITASI

TATALAKSANA RESUSITASI BAYI BARU LAHIR

Setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa BBL perlu resusitasi, tindakan resusitasi harus
segera dilakukan. Penundaan pertolongan akan membahayakan bayi. Pemotongan tali pusat dapat
dilakukan di atas perut ibu atau dekat perineum.
1. Tindakan Resusitasi Bayi Baru lahir dengan Tidak Bernapas atau Bernapas Megap-megap.
Tahap I : Langkah Awal
Langkah ini perlu dilakukan dalam waktu 30 detik. Bagi kebanyakan bayi baru lahir, 6 langkah awal di
bawah ini cukup untuk merangsang bayi bernapas spontan dan teratur ( Sambil melakukan langkah awal ini: Beritahukan ibu dan keluarga, bahwa bayinya perlu pertolongan napas; Mintalah salah seorang keluarga
mendampingi ibu untuk member dukungan moral, menjaga ibu dan melaporkan bila ada perdarahan ).
Adapun 6 langkah awal tersebut adalah :  
1)  Jaga Bayi tetap hangat :
Bagi bidan/Tenaga kesehatan yang sudah terbiasa : 
  • Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu,
  • Bungkus bayi dengan kain tersebut, potong tali pusat,
  • Pindahkan bayi ke atas kain di tempat resusitasi.
Bagi bidan/tenaga kesehatan yang belum terbiasa melakukan tindakan di atas, lakukan sbb : 
  • Potong tali pusat di atas kain yang ada di bawah perineum ibu.
  • Letakkan bayi di atas kain 45 cm dari perineum ibu,
  • Bungkus bayi dengan kain tersebut,
  • Pindahkan bayi di tempat resusitasi.
2)  Atur Posisi Bayi 
  • Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong. 
  • Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi.     
3)  Isap Lendir, Gunakan alat penghisap lender De Lee dengan cara sbb:
  • Isap lendir mulai dari mulut dulu, kemudian dari hidung,
  • Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, tidak pada waktu memasukkan,
  • Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam ( jangan lebih dari 5 cm ke dalam mulut atau lebih dari 3cm ke dalam hidung ), hal itu dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau bayi tiba-tiba berhenti bernapas.
 4)  Keringkan dan Rangsang bayi 
  • Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat membantu bayi baru lahir mulai bernapas atau tetap bernapas.
  • Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini :                                                             -  Menepuk atau menyentil telapak kaki,                                                                                             -  Menggosok punggung, perut, dada atau tungkai bayi dengan telapak tangan.
 5)  Atur kembali posisi kepala bayi dan bungkus bayi 
  • Ganti kain yang telah basah dengan kain yang di bawahnya,
  • Bungkus bayi dengan kain tersebut, jangan menutupi muka dan dada agar bisa memantau pernapasan bayi,
  • Atur kembali posisi kepala bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
6)  Lakukan Penilaian Bayi 
Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, tidak bernapas atau bernapas megap-megap ? 
  • Bila bayi bernapas normal, berikan bayi kepada ibunya :                                                                       o  Letakkan bayi di atas dada ibu dan selimuti keduanya untuk penghangatan dengan cara kontak kulit bayi ke kulit ibu,                                                                                                                                o  Anjurkan ibu untuk menyusui bayi sambil membelainya.
  • Bila bayi tidak bernapas atau bernapas megap-megap, mulai lakukan ventilasi bayi.
Tahap II : Ventilasi
Ventilasi adalah merupakan tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara ke
dalam paru dengan tekanan positip untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan atau
teratur.
Langkah-langkah :
1)  Pasang sungkup, Pasang dan pegang sungkup agar menutupi mulut dan hidung bayi.
2)  Ventilasi 2 kali 
  • Lakukan tiupan dengan tekanan 30 cm Air.                                                                                  Tiupan awal ini sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernapas dan menguji apakah jalan napas bayi terbuka.
  • Lihat apakah dada bayi mengembang.
  • Bila dada tidak mengembang :                                                                                                              o  Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah ekstensi,                                                                       o  Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor,                                                      o  Periksa cairan atau lender di mulut. Bila ada lender atau cairan lakukan pengisapan.
  • Bila dada mengembang lakukan tahap berikutnya. 
2. Tindakan Resusitasi Bayi Baru lahir dengan Air Ketuban Bercampur Mekonium

Mekonium adalah feces pertama dari Bayi Baru lahir ( BBL ). Mekonium bersifat kental, pekat dan
berwarna hijau kehitaman. Biasanya BBL mengeluarkan mekonium pertama kali sesudah persalinan ( 12
– 24 jam pertama ). Sekitar 15% kasus mekonium dikeluarkan sebelum persalinan dan bercampur
dengan air ketuban. Hal ini menyebabkan cairan ketuban berwarna kehijauan. Mekonium jarang
dikeluarkan sebelum 34 minggu kehamilan. Bila mekonium telah terlihat sebelum persalinan dan bayi
pada posisi kepala, monitor bayi dengan seksama karena merupakan tanda bahaya.
Tidak selalu jelas kenapa mekonium bisa dikeluarkan sebelum persalinan. Kadang-kadang janin tidak
memperoleh oksigen yang cukup ( gawat janin ). Kekurangan oksigen dapat meningkatkan gerakan usus
dan membuat relaksasi otot anus. Dengan demikian janin mengeluarkan mekonium. Bayi dengan resiko
lebih tinggi untuk gawat janin memiliki pewrnaan air ketuban bercampur mekonium ( warna kehijauan )
lebih sering, misalnya bayi kecil untuk masa kehamilan ( KMK ) atau bayi post matur.
Bila air ketuban bercampur mekonium berwarna kehijauan, maka bayi dapat kemasukan mekonium
dalam paru-parunya selama di dalam rahim, atau mekonium masuk ke paru-paru sewaktu bayi memulai
bernapas begitu lahir. Tersedak mekonium dapat menyebabkan pneumonia dan mungkin kematian.
Untuk itu diperlukan pertolongan segera dengan melakukan tindakan resusitasi Bayi Baru Lahir dengan
Air Ketuban Bercampur mekonium. Langkah-langkah Tindakan Resusitasi BBL dengan Air ketuban
Bercampur Mekonium sama dengan pada BBL yang air ketubannya tidak bercampur mekonium, hanya
berbeda pada :
1)  Saat kepala lahir sebelum bahu keluar, isap lender dari mulut lalu hidung.
2)  Setelah seluruh badan bayi lahir, lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal ? 
  • Jika bernapas : potong tali pusat, dilanjutkan dengan Langkah Awal.
  • Jika tidak bernapas : letakkan bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala didekat penolong, buka mulut lebar, usap mulut dan ulangi isap lender, potong tali pusat, dilanjutkan dengan Langkah Awal. (  Ingat, Pemotongan tali pusat dapat merangsang pernapasan bayi, apabila masih ada air ketuban dan mekonium di jalan napas, bayi bisa tersedak ( aspirasi ).

Rabu, 18 Mei 2011

Jadwal Imunisasi PADA Bayi dan Balita



ImunisasiAgar buah hati Anda memiliki pertahanan tubuh yang kuat dan mampu melawan infeksi, pastikan ia mendapat imunisasi secara lengkap.
Tujuan imunisasi adalah mempertinggi daya tahan tubuh agar anak Anda tidak terkena penyakit infeksi. Meskipun penyakitnya  sudah tidak ada, imunisasi tetap diperlukan untuk berjaga-jaga kalau penyakit tersebut muncul kembali.

Sebagian besar imunisasi diberikan ketika anak berumur 4 bulan. Anda akan mendapat kartu yang berisi jadwal imunisasi dan kapan seharusnya imunisasi diberikan. Jangan lupa mencatat tanggal dan jenis vaksinasi yang telah diberikan untuk membantu dokter menentukan apakah anak Anda perlu mendapat vaksinasi tertentu.

Umumnya dokter juga akan menanyakan riwayat kesehatan keluarga untuk menentukan apakah anak Anda perlu mendapatkan vaksinasi jenis tertentu. Misalnya, bila di keluarga Anda ada yang menderita TBC, anak Anda harus mendapat suntikan BCG pada sekitar usia 1 tahun.
Tabel berikut adalah jenis imunisasi yang dianjurkan pada masa kanak-kanak serta tabel penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada anak-anak.

Penyakit
Waktu
Reaksi
Perlindungan
Imunisasi DPT, difteri, batuk rejan (partusis), tetanus Suntikan pada umur 2, 4, 6, 18 bulan. Dan diulang pada 4-5 tahun Anak bisa demam, tempat suntikan terasa sakit. Tetanus harus diulang setiap 5 tahun supaya terhindar dari tetanus
Polio Vaksin diminum pada usia 0, 2, 3, 4, 6, 18 bulan dan ulangi pada umur 5 tahun Tidak ada Harus diulang agar selalu terlindung
Campak Suntikan pada usia 9 bulan dan diulang pada usia 6 tahun Demam dan timbul bercak-bercak Tidak diketahui berapa lama sejak vaksinasi terakhir
Tuberkolosa (BCG) Suntikan pada usia 0-3 bulan dan diulang pada usia 10-13 tahun, kalau dianggap perlu. Sakit dan kaku di tempat suntikan Seumur hidup
Rubella Suntikan untuk anak perempuan usia 10-14 tahun Mungkin nyeri sendi Tidak diketahui berapa lama sejak vaksinasi terakhir


Keterangan jadwal imunisasi berdasarkan usia pemberian, sesuai IDAI, periode 2004.
Umur
Vaksin
Keterangan
Saaat lahir Hepatitis B-1 HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan

Polio-0 Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di RB/RS, polio diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin terhadap bayi lain)
1 bulan Hepatitis B-2 Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan
0-2 bulan BCG BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada >3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu dan BCG diberikan apabila hasilnya negatif.
2 bulan DTP-1
Hib-1
Polio-1
Diberikan pada umur lebih dari 6 minggu
Diberikan mulai umur 2 bulan
Dapat diberikan bersama DTP-1
4 bulan DTP-2
Hib-2
Polio-2
Diberikan secara terpisah
Hib-2 dapat dikombinasikan dengan Hib-2
Diberikan bersama dengan DPT-2
6 bulan DTP 3
Hib-3
Polio 3
Dapat dikombinasikan dengan Hib-3
Diberikan bersama DTP-3
9 bulan Campak-1 Campak 1 diberikan pada umur 9 bulan, apabila telah mendapat MMR pada usia 15 bulan, Campak 2 tidak perlu diberikan.
15 -18 bulan MMR

Hib-4
Apabila sampai usia 12 bulan belum mendapat imunisasi cacar

18 bulan DTP-4
Polio-4
Diberikan satu tahun setelah DTP-3
Diberikan bersamaan dengan DTP-4
2 tahun Hepatitis A Direkomendasikan pada umur >2 tahun, diberikan 2 kali dengan interval 6-12 bulan
2-3 tahun Tifoid Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur >2 tahun, perlu diulang setiap 3 tahun.
5 tahun DTP-5
Polio-5
Diberikan pada umur 5 tahun
Diberikan bersama DTP-5
6 tahun MMR Diberikan untuk catch up immunization pada anak yang belum mendapat MMR-1
10 tahun dT/TT

Varisela
Menjelang pubertas vaksin tetanus ke-5 diberikan untuk imunitas selama 25 tahun.
Diberikan pada umur 10 tahun

Ditulis oleh Administrator    
Jumat, 24 September 2010 18:29

Sabtu, 14 Mei 2011

JURNAL-PREEKLAMSI DALAM KEHAMILAN


ABSTRAK
Judul: FAKTOR-FAKTOR RISIKO PREEKLAMPSIA PADA KEHAMILAN (Studi di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten) RISK FACTORS OF PREECLAMPSIA IN PREGNANCY (Study at RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten) (2007 - Skripsi)
Oleh: BAKTI UTAMI -- E2A003008

Kata Kunci: Kehamilan, Preeklampsia pregnancy, preeclampsia
Preeklampsia merupakan salah satu gangguan kehamilan dengan tanda utama hipertensi, proteinuria dan edema. Proporsi kejadian preeklampsia di RSUP Dr. Soradji Tirtonegoro dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Angka kejadian preeklampsia ini dapat diturunkan melalui upaya pencegahan, pengamatan dini, dan terapi. Pencegahan dapat dilakukan apabila mengetahui faktor-faktor risiko preeklampsia. Penelitian ini termasuk jenis penelitian analitik dengan desain penelitian kasus kontrol. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita yang melahirkan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro dalam bulan Januari-Juni 2007. Sampel diambil menggunakan metode Non Random Sampling, dengan teknik purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 94 dengan perbandingan kasus : kontrol adalah 1 :1. Variabel yang diteliti adalah umur, gravida, riwayat preeklampsia, riwayat hipertensi dan riwayat penyakit ginjal. Hasil penelitian diuji dengan uji statistik Chi-Square pada Confidence Interval 95% (a=0,05).Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara umur, gravida, riwayat preeklampsia dan riwayat hipertensi dengan kejadian preeklampsia. Besarnya risiko untuk umur OR=19,800 (95% CI OR=4,297-91,245), gravida OR=3,308 (95% CI OR=1,269-8,624), riwayat preeklampsia OR=17,588 (95% CI OR=2,194-141,023), riwayat hipertensi OR=7,295(95% CI OR=2,245-23,706). Tidak terdapat hubungan antara riwayat penyakit ginjal dengan kejadian preeklampsia dengan OR=1,000(95% CI OR=0,061-16,474).Saran untuk menurunkan angka kejadian preeklampsia adalah pencegahan dan deteksi dini melalui pemeriksaan kehamilan secara teratur.

One of the pregnancy diseases is preeclampsia. The main symptoms of preeclampsia is hypertension, protein uric, and edema. Proportion of preeclampsia disease at dr. Soeradji Tirtonegoro hospital has increased step by step. Proportion of preeclampsia disease can be decreased by prevention, early diagnose, and cure. Prevention can be done if knowing risk factors of preeclampsia. This research is an analytical research with case-control design. The population in this study is all mother gave birth on 2007th January-June at RSUP Soeradji Tirtonegoro. Samples were taken used non random sampling method with purposive sampling base on inclusion and exclusions criteria. Number of samples is 94 respondents with a ratio of case : control is 1 :1. Variables that were studied were age, pregnancy, preeclampsia historic, hypertension historic, and renal disease historic. The result of this research were tested through Chi-Square statistic test at 95 % confidence interval (a=0,05).The result of Chi-Square test showed positive correlation between age, pregnancy, preeclampsia historic and hypertension historic with preeclampsia disease. Severe risk of age is OR=19,800 (95% CI OR=4,297-91,245), pregnancy OR=3,308 (95% CI OR=1,269-8,624), preeclampsia historic, OR=17,588 (95% CI OR=2,194-141,023), hypertension historic OR=7,295(95% CI OR=2,245-23,706). Negative correlation between renal disease historic with preeclampsia disease. Severe risk of renal disease historic is OR=1,000(95% CI OR=0,061-16,474). Suggestion to decrease preeclampsia number is prevention, early diagnose and prompt treatment with ante natal care consistently.

Jumat, 06 Mei 2011

SAP

STANDAR PERTOLONGAN PERSALINAN


STANDAR  12 : PENANGANAN KALA DUA DENGAN GAWAT JANIN MELALUI EPISIOTOMI
TUJUAN :
Mempercepat persalinan dengan melakukan episiotomy jika ada tanda-tanda gawat janin pada saat kepala janin meregangkan perineum.
PERNYATAAN STANDAR :
 Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala 2, dan segera melakukan episiotomy dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti dengan penjahitan perineum.
INDIKASI :
Jika ada gawat janin berat dan kepala sudah terlihat pada vulva, episiotomy mungkin  salah satu dari beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh bidan untuk menyelamatkan janin.
Komplikasi kelahiran pervaginam (sungsang, distosia bahu, forcep, vakum).
Jaringan parut pada perineum atau vagina.
RUMUSAN :
1.       Bidan sudah terlatih dalam melaksanakn episiotomy dan menjahit perineum secara benar.
*      Episiotomy yang efektif dan tepat waktu dapat menyelamatkan jiwa janin yang mengalami gawat janin.
*      Robekan perineum akan sembuh sebaik luka pengguntingan, sehingga kekhawatiran akan terjadinyabrobekan perineum bukan merupakan indikasi episiotomy.
*      Semakin cepat episiotomy dijahit maka semakin kecil resiko terjadinya infeksi.
2.       Tersedianya di tempat bidan sarung tangan, alat, perlengkapan untuk melakukan episiotomy, termasuk gunting tajam yang steril/DTT, dan alat bahan yang steril/DTT untuk penjahitan perineum, (anestasi local misalnya dengan 10 ml lidokain 1% dan alat suntik/jarum hipodermik steril).
*     Bidan sudah menyiapkan alat/perlengkapan yang steril dan siap digunakan terlebih dahulu.
*      Sterilisasi ini gunanya untuk pencegahan infeksi yang nantinya akan menyerang ibu.
3.       Bidan mema ntau kondisi ibu dan janin melalui : kartu ibu(kondisi ibu), partograf(dalam persalinan), dan buku KIA(kondisi anak)
*      Salah satunya manfaat bidan dalam memantau ibu melalui partograf adalah bidan dapat melakukan screening dini, dan dapat mengambil keputusan klinik secara tepat.
*      Catat semua perawatan dan temuan dengan seksama. Ikuti standar untuk perawatan
post partum.
*      Bidan dapat mengenali tanda-tanda bahaya yang harus dirujuk, sebagai berikut :
v  DJJ dibawah 100 x/m atau diatas 180 x/m atau DJJ tidak segera kembali normal setelah his ini adalah tanda-tanda gawat janin.
v  Gawat janin pada kala satu selalu memerlukan rujukan segera.
v  Episiotomy